Abstract
Introduction
Burnout has been more frequently studied among healthcare professionals such as nurses and midwives; however, limited research has focused on the broader spectrum of healthcare workers. This gap forms the basis of the present study. Unaddressed burnout conditions may negatively impact employee performance, ultimately affecting the institution.
Methods
This study employed a mixed-method approach using an embedded concurrent strategy. The quantitative component involved 24 respondents who completed the Maslach Burnout Inventory (MBI) questionnaire. The qualitative component included in-depth interviews with 5 primary informants and 1 key informant.
Results
Among the 24 healthcare workers, 8 individuals (33.3%) experienced moderate levels of burnout, while the remaining 16 (66.7%) reported low levels of burnout. Through in-depth interviews, 8 themes and 22 categories were identified, of which 12 categories were recognized as factors contributing to burnout.
Conclusion and Recommendations
The most influential factors contributing to burnout were workload and dual roles. Efforts to address and prevent burnout among healthcare workers are necessary, including: management evaluation of workload distribution, enhanced interpersonal approaches, development of new policies for recruiting or assigning specific personnel for administrative tasks, and improved leadership support within the organization.
Penulis koresponden: Weni Tusrini (weni@stikesdhb.ac.id)
Pendahuluan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas kesehatan yang bertugas untuk menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan tingkat pertama, seperti UKM dan UKP. Puskesmas juga harus melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan dan mengkoordinasikan berbagai upaya pelayanan di wilayah kerjanya, dengan didukung oleh SDM yang kompeten dan profesional seperti tenaga medis dan tenaga kesehatan (1). Banyaknya tugas atau program kerja yang harus dilakukan dapat menimbulkan tingginya beban kerja bagi tenaga kesehatan, tenaga kesehatan sendiri merupakan garda terdepan dalam proses promotif maupun preventif termasuk juga pada pelayanan kesehatan (2). Maslach mengatakan bahwa, pekerjaan pemberi pelayanan seperti perawat bisa menjadi pekerjaan yang sangat menuntut serta melibatkan banyak hal, dan kelelahan emosional bukanlah respon yang jarang terjadi terhadap beban kerja yang berlebihan. Kelelahan emosional merupakan salah satu dari tiga dimensi burnout yang dikatakan oleh Maslach, burnout sendiri merupakan sindrom psikologis sebagai respon terhadap stres kronis di tempat kerja (Maslach, Schaufeli and Leiter, 2001). Burnout juga dapat didefinisikan sebagai respon terhadap stres berulang yang merupakan hasil perpaduan antara pekerja dan pekerjaannya (3)
Burnout memiliki tiga dimensi di dalamnya yaitu kelelahan emosional (emotional exhaustion), depersonalisasi (depersonalization) dan pencapaian diri (personal accomplishment) (4). Menurut Baron and Greenberg dalam Dewi dan Ratna (2019) mengatakan bahwa, dimensi kelelahan emosional adalah dasar dari burnout syndrome yang ditandai dengan menipisnya sumber daya emosional seperti cinta, empati dan rasa perhatian dalam diri individu sehingga pada akhirnya menyebabkan perasaan tidak mampu (5). Dimensi depersonalisasi mengacu pada respon negatif, tidak berperasaan atau terlalu acuh terhadap berbagai aspek pekerjaan sebagai perlindungan diri terhadap kelelahan, biasanya hal ini berkembang sebagai respon terhadap rasa lelah yang berlebihan (6), sedangkan pencapaian diri dapat digambarkan sebagai rendahnya keyakinan seseorang tentang kompetensi diri dan keberhasilan yang diraihnya dalam sebuah pekerjaan, sehingga timbul perasaan tidak puas terhadap dirinya sendiri (7).
Maslach membagi faktor yang mempengaruhi kejadian burnout menjadi dua faktor, yaitu faktor individual (internal) yang terdiri demografi, kepribadian dan sikap kerja, serta faktor situasional (eksternal) yang terdiri dari karakteristik pekerjaan, jenis pekerjaan dan karakteristik organisasi (4). Maslach telah mengembangkan instrumen untuk mengukur tingkat burnout yang disebut dengan MBI, MBI awalnya dikembangkan pada akhir tahun 1970, versi pertama MBI dikembangkan untuk orang-orang yang bekerja dalam pelayanan kemanusiaan yang juga diketahui sebagai MBI-HSS (MBI-Human Service Survey) (8). Dalam MBI-HSS terdapat 22 pertanyaan yang dibagi kedalam 3 dimensi burnout yaitu, 9 pertanyaan untuk dimensi emotional exhaustion, 5 pertanyaan untuk dimensi depersonalization dan 8 pertanyaan untuk dimensi personal accomplishment (9).
Penelitian yang membahas kejadian burnout lebih sering pada tenaga keperawatan, adapun beberapa penelitian yang membahas kejadian burnout pada jenis tenaga kesehatan yang lain, seperti yang dilakukan oleh Satyawati dan Soetjiningsih (2022) yang mengatakan bahwa, dari 187 tenaga kesehatan 154 (82%) diantaranya mengalami burnout kategori sedang dan 16 (9%) lainnya mengalami burnout kategori tinggi (10). Penelitian lain yang dilakukan Azzahroh dkk (2022) juga mengatakan 16 (40%) dari 40 tenaga kesehatan mengalami burnout dengan kategori ringan hingga sedang (11). Namun keduanya tidak menjelaskan secara rinci kejadian burnout pada tiap jenis profesi tenaga kesehatan yang ditelitinya. Lamuri et al (2023) juga melakukan penelitian pada tenaga kesehatan yang didefinisikan oleh WHO dan bekerja di institusi kesehatan yaitu dokter, bidan dan perawat dengan jumlah 3629 orang, ditemukan bahwa 37.5% diantaranya telah mengalami kejadian burnout (12).
Melalui studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan wawancara mendalam kepada Kepala Puskesmas, Bagian Satuan Kerja dan 2 orang Perawat didapatkan informasi bahwa, di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung belum pernah dilakukan pengukuran burnout pada tenaga kesehatan yang ada dan hampir seluruh tenaga kesehatan mengalami peran ganda dalam pekerjaannya. Kedua perawat yang diwawancarai mengatakan dirinya belum pernah mendengar informasi mengenai burnout, namun seringkali dalam pekerjaannya merasakan kelelahan akibat banyaknya beban kerja yang harus dikerjakan dan hanya bisa dipendam karena perasaan sungkan atau canggung untuk meluapkan emosinya di tempat kerja. Sehingga berdasarkan uraian tersebut, maka perlu adanya kajian mengenai kondisi burnout pada tenaga kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tersebut, dengan harapan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi burnout pada tenaga kesehatan di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain penelitian mixed method dengan strategi embedded concurrent di mana penelitian kuantitatifnya memperkuat penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan kondisi burnout syndrome, sedangkan penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus dengan paradigma interpretivisme untuk menggali informasi dan pandangan informan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burnout syndrome. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Cilengkrang, Kabupaten Bandung, pada bulan Desember 2023-Januari 2024.
Populasi dan Sampel
Populasi untuk penelitian kuantitatif terdiri dari perawat, bidan, promosi kesehatan, ahli laboratorium medik, rekam medik, epidemiolog, sanitari, nutrisionis, apoteker dan kefarmasian dengan jumlah total populasi yaitu 24 tenaga kesehatan, pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling. Populasi untuk data kualitatif merupakan seluruh tenaga kesehatan yang telah mengisi kuesioner MBI, pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan total jumlah sampel yaitu 6 orang, terdiri dari kepala Puskesmas dan 5 orang tenaga kesehatan dengan burnout kategori sedang.
Pengambilan Data Penelitian
Pengumpulan data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner MBI yang telah diadaptasi oleh Esti Andarini (2018). Kuesioner terdiri dari 21 pertanyaan yang di bagi menjadi 3 bagian: 7 pertanyaan untuk dimensi kelelahan emosional, 6 pertanyaan untuk dimensi depersonalisasi dan 8 pertanyaan untuk dimensi pencapaian diri, dengan 4 skala likert di mana 1=tidak pernah, 2=jarang, 3=sering, 4=selalu. Burnout dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu rendah= 1 - 1.75, sedang = 1.76 - 2.50, cukup tinggi = 2.51 - 3.25 dan tinggi= > 3.25) (13).
Sedangkan data kualitatif dikumpulkan melakukan wawancara mendalam dengan sumber pertanyaan terbuka yang berasal dari tema data kuantitatif.
Untuk menjamin etika penelitian, penelitian ini mendapatkan izin pelaksanaan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada, dan selama pengambilan data terdapat formular persetujuan setelah penjelasan. Data dibuat anonim untuk menjamin kerahasiaan responden. Instansi tempat penelitian tidak berkontribusi terhadap interpretasi hasil penelitian.
Olah Data Hasil Penelitian
Data penelitian diolah secara statistik untuk mengetahui persentase dari hasil kategori burnout. Data diolah menggunakan aplikasi pengolah kata MS Excel. Data hasil wawancara diolah melalui cara pengkodingan tema dan kategori burnout.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian Kuantitatif
Uji normalitas yang dilakukan pada total hasil isian kuesioner menggunakan Shapiro-wilk dengan nilai signifikansi sebesar 0.462 atau lebih dari 0.05, data terdistribusi secara normal dan dapat menggunakan mean untuk tahap selanjutnya yaitu pengkategorian hasil pengukuran burnout.
Kategori | Frekuensi | Persentase |
---|---|---|
Rendah | 16 | 66.7 |
Sedang | 8 | 33.3 |
Total | 24 | 100.0 |
Kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung berada pada kategori rendah hingga sedang, 8 (33.3%) dari seluruh responden tenaga kesehatan mengalami burnout dengan kategori sedang.
Dari total 24 tenaga kesehatan 8 (33.3%) diantaranya mengalami burnout dengan kategori sedang, sedangkan 16 (66.7%) lainnya berada pada kategori rendah. Range burnout dengan kategori sedang berada pada angka 1.76-2.50, tenaga kesehatan di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung yang mengalami burnout dengan kategori sedang lebih banyak berada pada range 1.76-1.90, dari 8 tenaga kesehatan dengan burnout kategori sedang hanya 3 diantaranya yang melebihi angka 2 pada range burnout kategori sedang. Jenis profesi dengan kejadian burnout paling banyak ditemukan pada profesi kebidanan, peneliti berasumsi bahwa selain jumlah tenaga kebidanan yang lebih banyak dari profesi lain, banyaknya tugas yang dimiliki profesi kebidanan pada bulan Juli-Agustus menjadi faktor lain yang mempengaruhi banyaknya kejadian burnout pada profesi ini.
Selain jenis profesi dapat dilihat pula pada penelitian kuantitatif bahwa, usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung, informan yang mengalami kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung ini lebih banyak terjadi pada usia diatas 30 tahun. Maslach (2001) sendiri mengatakan bahwa usia memang menjadi faktor yang berkaitan erat dengan kejadian burnout, namun dalam teorinya, Maslach mengatakan bahwa burnout cenderung tejadi pada usia dibawah 30 tahun, sehingga penelitian ini tidak sejalan dengan teori Maslach (4). Walaupun tidak ditemukan kejadian burnout dengan kategori tinggi di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung, hal ini tetap harus dilakukan analisis lebih mendalam untuk mendapatkan gambaran kejadian burnout yang ada untuk selanjutnya dapat dilakukan upaya pencegahan maupun pengendalian, seperti yang dikatakan oleh Santoso (2021) dalam penelitiannya bahwa, profesi tenaga kesehatan memerlukan upaya untuk menentukan langkah preventif, kuratif dan rehabilitatif pada kejadian burnout (14).
Hasil Penelitian Kualitatif
Penelitian dilakukan kepada 5 dari 8 orang tenaga kesehatan dengan burnout kategori sedang, wawancara mendalam pada salah satu profesi yang memiliki lebih dari 1 tenaga kesehatan dengan burnout kategori sedang hanya dilakukan pada 1 orang dengan nilai burnout yang paling tinggi, dengan asumsi bahwa informan dapat mewakili informan lain pada profesinya, hal ini dilakukan karena mempertimbangkan batasan waktu penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara kepada 5 orang tenaga kesehatan dan kepala Puskesmas, diperoleh 8 tema dengan 22 kategori mengenai kejadian burnout.
Tema | Kategori |
---|---|
Demografi | Masa kerja |
Kepribadian | Hardiness |
Locus of control | |
Sikap kerja | Harapan pada perusahaan |
Imbalan dari perusahaan | |
Beban kerja | Beratnya beban kerja |
Tekanan dari atasan | |
Banyaknya pekerjaan | |
Keterbatasan karyawan | |
Dampak beban kerja | |
Cara mengatasi beban kerja | |
Konflik peran | Peran ganda |
Dampak peran ganda | |
Cara mengatasi peran ganda | |
Dukungan sosial | Keluarga |
Atasan | |
Rekan | |
Jenis pekerjaan | Jenis profesi |
Karakteristik organisasi | Pembagian beban kerja |
Tipe kepemimpinan | |
Upaya pencegahan | |
Penerimaan saran dan masukan |
Hasil wawancara mendalam terhadap informan didapatkan 8 tema dan 22 kategori dari burnout. Berdasarkan analisis diketahui bahwa terdapat 12 faktor yang mempengaruhi kejadian burnout yaitu: masa kerja, hardiness, harapan pada perusahaan, beratnya beban kerja, tekanan dari atasan, banyaknya pekerjaan, keterbatasan karyawan, peran ganda, jenis profesi, dukungan dari keluarga, dukungan dari rekan dan pembagian beban kerja.
Figure 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung
Masa kerja
Berdasarkan karakteristik informan, 2 dari 5 informan memiliki masa kerja < 5 tahun, Maslach (2001) menyatakan bahwa tingkat burnout dipengaruhi oleh pengalaman seseorang dalam bekerja (4), selain belum banyaknya pengalaman yang dimiliki, masa kerja di Puskesmas Cilengkrang, Kabupaten Bandung juga dipengaruhi oleh ekspektasi pekerja terhadap pekerjaan pertamanya. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanto (2023) bahwa pekerja yang memiliki masa kerja lebih lama memiliki pengalaman lebih dalam bekerja (15). Peneliti berasumsi bahwa masa kerja juga dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, hal ini dilihat dari salah satu informan yang memiliki masa kerja 14 tahun namun memiliki kepribadian atau hardiness yang rendah.
Hardiness
Maslach (2001) menyatakan bahwa hardiness yang rendah memiliki skor atau nilai burnout yang lebih tinggi (4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, di mana 2 dari 5 informan teridentifikasi memiliki hardiness yang rendah. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suryani (2023), semakin tinggi nilai burnout maka semakin rendah kepribadian hardiness yang dimiliki (16).
Harapan pada perusahaan
Harapan pada perusahaan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung, 3 dari 5 informan memiliki harapan yang tinggi pada perusahaan, harapan yang tinggi dapat mengakibatkan stress jika upaya yang dilakukan tidak memberikan hasil yang diharapkan. Penelitian ini sejalan dengan Maslach (2001) yang mengatakan bahwa, seseorang dengan harapan yang tinggi cenderung akan bekerja lebih keras hingga menyebabkan kelelahan (4). Namun faktor ini tidak secara langsung mempengaruhi kejadian burnout yang ada, melainkan menjadi faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sehingga menimbulkan burnout, hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2022) yang juga mengatakan bahwa, kepuasan kerja dipengaruhi oleh ketidaksesuaian harapan pekerja dengan ketentuan yang diberikan instansi (17).
Beratnya beban kerja
Beban kerja menurut Maslach (2001) hanya dilihat dari banyaknya jam kerja dan banyaknya tugas atau pekerjaan yang dimiliki (4), penelitian lain yang dilakukan Astuti (2022) juga mengatakan bahwa, beban kerja dihitung berdasarkan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan per hari dan dipengaruhi hal-hal seperti jumlah pasien dan banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan (18). Namun peneliti berasumsi bahwa beban kerja juga dipengaruhi oleh berat atau tidaknya tugas yang diberikan, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prianto (2018) yang mengatakan bahwa semakin banyak beban kerja yang diberikan maka semakin berat beban yang dirasakan dan semakin berat pula kejadian burnout yang dialaminya (19).
Tekanan dari atasan
Tuntutan atau tekanan dalam pekerjaan menurut Maslach (2001) berfokus pada konflik peran dan ambiguitas peran (4), namun dalam penelitian ini tekanan yang diberikan berfokus pada tuntutan yang diberikan oleh atasan, tuntutan yang dirasakan dapat menjadi salah satu sumber stres dan kelelahan bagi para pegawainya. Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2022) yang mengatakan bahwa burnout terbentuk karena adanya ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan individu (18).
Banyaknya pekerjaan
Banyaknya pekerjaan yang dirasakan oleh informan di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung terjadi akibat adanya peran ganda dan banyaknya kegiatan atau program dari Dinas Kesehatan seperti yang dikatakan oleh informan kunci, sehingga mengakibatkan kelelahan. Maslach (2001) mengatakan dengan jelas bahwa, burnout merupakan suatu respon terhadap beban kerja yang berlebihan, beban kerja berhubungan kuat dengan dimensi kelelahan (4). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suryani (2023) yang mengatakan bahwa, banyaknya beban kerja yang dirasakan terus menerus dapat menimbulkan kejenuhan (16).
Keterbatasan karyawan
Dalam teori Maslach (2001) tidak terdapat penjelasan terkait keterbatasan karyawan pada kejadian burnout (4). tetapi peneliti berasumsi bahwa faktor ini mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung, namun tidak mempengaruhi secara langsung. Keterbatasan karyawan yang ada mengakibatkan peningkatan beban kerja pada karyawan di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung sehingga faktor ini dianggap menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian burnout. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2022) yang mengatakan bahwa, banyak tenaga kesehatan yang mengerjakan tugasnya melebihi dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada secara terus menerus karena kurangnya SDM sehingga mengakibatkan burnout (18).
Peran ganda
Konflik peran menurut Maslach (2001) merupakan keadaan dimana adanya tuntutan yang saling bertentangan dalam pekerjaan yang harus dilakukan (4), hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana seluruh informan dengan jelas memiliki lebih dari 1 peran atau yang sering disebut dengan peran ganda, sehingga peran ganda dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2021) yang mengatakan bahwa konflik peran disebabkan karena adanya ketidaksesuaian atau ketidakseimbangan peran yang dialami (14).
Jenis profesi
Jenis pekerjaan yang difokuskan dalam Maslach (2001) merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kemanusiaan dan pendidikan, namun dikembangkan pula penelitian pada sektor yang tidak berhubungan langsung dengan manusia (4). Dalam penelitian ini jenis pekerjaan merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kemanusiaan dibidang kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Fyana (2020) mengatakan bahwa jenis pekerjaan account officer memiliki tingkat burnout lebih rendah dibandingkan dengan customer service, hal ini disebabkan karena account officer tidak sering berhubungan langsung dengan klien (20). Namun dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa jenis pekerjaan tidak hanya dilihat dari berhubungan secara langsung atau tidak pekerjaan seseorang dengan pelayanan kemanusiaan, pada Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung, profesi kebidanan menunjukan angka burnout yang lebih banyak, hal ini didukung dengan pernyataan responden bahwa pada saat penelitian profesi bidan sedang mempersiapkan kegiatan gizi sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih banyak daripada profesi lainnya.
Dukungan dari keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung. Maslah (2001) mengatakan bahwa hubungan dengan keluarga, rekan kerja dan atasan dapat menjadi sumber stres seseorang dan dapat pula menjadi sumber untuk mengatasi stres (4). Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2022) yang mengatakan bahwa, dukungan dari seseorang menunjukan bahwa individu dicintai dan dipedulikan (18).
Dukungan dari rekan
Adanya dukungan dari rekan kerja menjadi faktor yang sangat penting dalam pekerjaan seseorang, hal ini dilihat dari seringnya informan mengatakan perlunya dukungan dari rekan kerja dan adanya informan yang membutuhkan bantuan khusus dari profesional karena konflik dengan rekan kerja yang dirasakan. Maka dari itu dukungan dari rekan kerja merupakan salah satu faktor lain dalam dukungan sosial yang juga mempengaruhi kejadian burnout. Maslach (2001) mengatakan bahwa kejadian burnout akan semakin tinggi bila dukungan rendah, begitupun sebaliknya (4). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Astuti (2022) bahwa seseorang dengan dukungan sosial yang rendah lebih rentan mengalami gangguan fisik maupun psikis (18).
Pembagian beban kerja
Karakteristik organisasi umumnya fokus kepada lingkungan dan manajemen perusahaan yang ada, Maslach (2001) sendiri mengatakan bahwa faktor ini dibentuk oleh budaya, kekuatan sosial dan lingkungan kerja yang lebih luas (4). Dari 4 kategori yang ditemukan dalam karakteristik organisasi yaitu pembagian beban, tipe kepemimpinan, upaya pencegahan serta penerimaan saran dan masukan, pembagian beban kerja menjadi satu-satunya faktor dalam karakteristik organisasi yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang, dimana beban kerja menurut Flora dan Nastiti (2022) merupakan aspek yang sangat penting dalam pengendalian burnout (21). Peneliti berasumsi bahwa pembagian beban kerja yang tidak adil menyebabkan adanya kecemburuan sosial antar informan yang merasa bahwa beban kerja yang dimilikinya lebih banyak daripada tenaga kesehatan lainnya.
Beberapa pertanyaan terkait pengetahuan informan mengenai dampak dan cara mengatasi beban kerja serta konflik peran juga ditanyakan pada saat wawancara dilakukan. Setelah dilakukan analisis didapatkan temuan lain bahwa, informan merasakan dampak dari beban kerja dan konflik peran yaitu seperti kelelahan, stres dan kurangnya fokus dalam pekerjaan yang dilakukan serta tidak bisa melakukan pekerjaan secara maksimal. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh para informan untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan melakukan hobi, meminta dukungan baik dari rekan dan keluarga, mengerjakan tugas secara terjadwal, memilah tugas berdasarkan tenggat waktu dan melakukan tugas utamanya terlebih dahulu.
Kesimpulan dan Saran
Kondisi burnout di Puskesmas Cilengkrang kabupaten Bandung berada pada kategori rendah, dari total 24 tenaga kesehatan, terdapat 8 atau 33.3% tenaga kesehatan yang mengalami burnout dengan kategori sedang, dan 16 atau 66.7% tenaga kesehatan lainnya yang mengalami burnout kategori rendah di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung diantaranya yaitu Usia, masa kerja, hardiness dan harapan pada perusahaan, sedangkan faktor yang paling mempengaruhi kejadian burnout adalah beban kerja dan peran ganda. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kejadian burnout di Puskesmas Cilengkrang Kabupaten Bandung diantaranya yaitu beratnya beban kerja, tekanan dari atasan, banyaknya pekerjaan, keterbatasan karyawan, peran ganda, dukungan dari keluarga, dukungan dari rekan, jenis profesi dan pembagian beban kerja.
Untuk mengatasi dan mencegah kejadian burnout diperlukan evaluasi dari pihak manajemen terkait pembagian beban kerja, pendekatan lebih lanjut, pembuatan kebijakan baru terkait penambahan atau pengangkatan tenaga kesehatan khusus untuk tugas-tugas pengadministrasian serta perlunya peningkatan dukungan dari atasan.
Sumber Pustaka
1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. 2023.
2. Fauziah AR. Bagaimana kesejahteraan psikologis tenaga kesehatan di Indonesia selama pandemi? Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi. 2022;10(3):530–7.
3. Vuspyta R, Irwan M, Anita W. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian burnout perawat di RSIA Andini Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Maharatu. 2021;2(1):136–47.
4. Maslach C, Schaufeli WB, Leiter MP. Job Burnout. Annual Review psychology. 2001;397–422.
5. Dewi RS, Riana IG. The effect of workload on role stress and burnout. Journal of Multidisciplinary Academic. 2019;3(3):1–5.
6. Leiter MP, Maslach C. Areas of worklife: a structured approach to organizational predictors of job burnout. Research in Occupational Stress and Well Being. 2004;3:91–134.
7. Kusumawati MP, Dewi MAGI. Peran stres kerja memediasi pengaruh beban kerja terhadap brunout perawat rumah sakit daerah Mangusada Bandung. E-Jurnal Manajemen. 2021;10(3):209–28.
8. Maslach C, Leiter MP, Schaufeli W. Measuring burnout. The Oxford Handbook of Organizational Well Being. 2008. 86–108 p.
9. Maslach C, Jackson SE. The measurement of experienced burnout. Journal of Organizational Behavior. 1981;2(2):99–113.
10. Satyawati CR, Soetjiningsih CH. Burnout pada Tenaga Kesehatan selama Masa Pandemi: Benarkah Self-Efficacy Memiliki Pengaruh? Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi. 2022;10(4):683.
11. Azzahroh P, Kurniati D, Reksaningtyas A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan burnout syndrome pada tenaga kesehatan IGD selama pandemi Covid-19 di RSAL Dr. Mintohardjo. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2022;13(2):453–7.
12. Lamuri A, Shatri H, Umar J, Sudaryo MK, Malik K, Sitepu MS, et al. Burnout dimension profiles among healthcare workers in Indonesia. Heliyon. 2023;9(3):1–10.
13. Andarini E. Analisis faktor penyebab burnout syndrome dan job satisfaction perawat di Rumah Sakit Petrokimia Gresik. Ir-perpustakaan Universitas Airlangga. 2018;(2018):1–113.
14. Santoso MDY. Faktor-faktor yang berhubungan dengan burnout pada tenaga kesehatan dalam situasi pandemi Covid-19. Jurnal Keperawatan Tropis Papua. 2021;4(1):1–9.
15. Rudiyanto R, Purnamasari A, Barata BP. Studi korelasional self eefficacy dan burnout syndrome perawat ruang kritis pada masa pandemi Covid-19. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan). 2023;6(2):187–93.
16. Suryani AR, Mulyana OP. Hubungan antara Kepribadian Hardiness dengan Burnout pada Perawat The Relationship Between Hardiness Personality and Burnout in Nurses. Character: Jurnal Penelitian Psikologi. 2023;10(01):427–40.
17. Nabila KGI, Suhana. Pengaruh beban kerja terhadap burnout pada perawat Covid-19 di RSAU Dr. M. Salamun. Bandung Conference Series: Psychology Science. 2022;2(1):310–8.
18. Astuti DA, Hernaya A, Nabila A, Kusumaningtiar DA. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Burnout pada tenaga kesehatan Instalasi Pelayanan Radiologi dan Kedokteran Nuklir RSUPN Cipto Mangunkusumo. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip). 2022;10(1):108–14.
19. Priantoro H. Hubungan Beban Kerja Dan Lingkungan Kerja Dengan Kejadian Burnout Perawat Dalam Menangani Pasien Bpjs. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2018;16(3):9–16.
20. Fyana L, Rozali YA. Perbedaan burnout ditinjau dari jenis kelamin pada karyawan Bank ABC. JCA Psikologi. 2020;962(9):1–8.
21. Flora Sitinjak T, Nastiti R. Lingkungan kerja, beban kerja dan burnout pada karyawan Pt Nipsea Paint and Chemical Banjarmasin. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 2022;15(2):302–16.
Catatan
Catatan Penerbit
Penerbit PT Karya Inovasi Berkelanjutan menyatakan tetap netral sehubungan dengan buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun.
Pernyataan Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dengan pihak manapun.
Editor
Ainul Rafiq, S.Kep (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional).
Artikel yang diterbitkan mendapatkan lisensi Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0), sehingga siapapun dan di manapun memiliki kesempatan yang sama untuk menggali khazanah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesempatan terhadap diskusi ilmiah.