Menjaga status gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan,perkembangan, dan prestasi akademik anak usia sekolah dasar. Mengatasitantangan gizi melalui intervensi dan program pendidikan yangditargetkan dapat secara signifikan memengaruhi hasil kesehatan dankualitas hidup anak yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Pentingnya ketahanan nutrisi anak dikemukakan oleh Zenebe et al. (1)dan Flora et al. (2) dengan dampak status gizi pada berbagai aspekseperti kesehatan, kognisi, dan tingkat kecerdasan pada anak sekolahdasar.
Status gizi merupakan aspek penting dari kesehatan dan kesejahteraananak usia sekolah dasar. Penelitian oleh Huriah & Rahmawati (3)menemukan bahwa mayoritas anak usia sekolah memiliki status gizi normal,menyoroti pentingnya gizi yang memadai untuk demografi ini. Namun. Padapenelitian lainnya, Neli et al. (4) menemukan bahwa beberapa anak usiasekolah dasar mengalami status gizi yang buruk. Hal ini menjaditantangan bagi daerah yang kejadian status gizi buruk telah menjadiendemik.
Stunting pada anak-anak usia sekolah di Buton, Sulawesi Tenggara,Indonesia, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Studioleh (5–7) menjelaskan faktor-faktor yang terkait dengan stunting diwilayah ini. Studi berfokus pada identifikasi faktor-faktor terkaitinsiden stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wakorumba Utara,Kabupaten Buton Utara. Penelitian yag menyoroti prevalensi stunting diKabupaten Wakorumba Muna Selatan, menekankan perbedaan angka stuntingterkait usia dan perlunya intervensi yang terpadu untuk mengatasimasalah ini.
Secara kolektif, hasil penelitian-penelitian terdahulumenggarisbawahi pentingnya mengatasi stunting pada anak-anak usiasekolah di Buton, Sulawesi Tenggara, dengan mengidentifikasi danmemahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tantangan pemenuhangizi. Melalui hasil penelitian yang secara komprehensif membahas faktorpenentu angka stunting dan prevalensi di daerah tertentu di Buton,intervensi dapat disesuaikan untuk memitigasi dampak stunting terhadapkesehatan dan perkembangan anak usia sekolah. Hal tersebut antara lainfaktor-faktor sosial-ekonomi, lingkungan, dan kesehatan unik yangmempengaruhi status gizi di Buton, Sulawesi Tenggara.
Jenis Kelamin | Status Gizi | Total | ||
---|---|---|---|---|
Gizi baik | Gizi kurang | Gizi lebih | ||
L | 6 | 8 | 14 | |
P | 11 | 13 | 2 | 26 |
Total | 17 | 21 | 2 | 40 |
Anak perempuan mengalami gizi lebih dibanding anak laki-laki. Padaanak perempuan dan anak laki-laki, masih terdapat status gizi kurangdaripada status gizi baik. Sebagai upaya mengatasi masalah kesenjangangender dalam gizi di antara anak-anak usia sekolah, penting untukmempertimbangkan temuan penelitian yang ada. kajian terdahulu (8–10)menegaskan tentang bagaimana perbedaan gender memengaruhi perilaku danstatus gizi di antara anak-anak. Temuan penelitian bahwa anak perempuanmengonsumsi lebih banyak buah-buahan segar saat sarapan dibandingkandengan anak laki-laki, menunjukkan perbedaan potensial dalam kebiasaanmakan berdasarkan jenis kelamin. Said dan Alibrahim menyoroti bahwa anakperempuan kurang menetap dan lebih terlibat dalam aktivitas tertentuseperti menonton TV dan menggunakan ponsel cerdas daripada anaklaki-laki, yang dapat memengaruhi status gizi mereka secara keseluruhan.Hal tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan mungkin lebih rentanterhadap gangguan gizi karena kekurangan asupan energi dan nutrisidibandingkan dengan anak laki-laki.
Selain itu, penelitian oleh Zou et al. dan Krafft (11,12) menekankanpentingnya mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dalam status gizi diantara anak-anak. Penting untuk meningkatkan perhatian terhadapprevalensi berbagai bentuk kekurangan gizi dan kekurangan mikronutriendi kalangan siswa, sehingga perlunya intervensi yang ditargetkan untukmeningkatkan kesehatan gizi secara keseluruhan. Hal lainnya yaitu denganmenargetkan dukungan tambahan untuk anak-anak dengan status gizi buruksaat lahir dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dalamnutrisi.
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini dan dukungan kajianilmiah lainnya, kesenjangan gender ada dalam perilaku dan status gizi diantara anak-anak usia sekolah. Anak perempuan mungkin menghadapitantangan spesifik terkait asupan dan status nutrisi dibandingkan dengananak laki-laki, yang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan, perilakumenetap, dan kerentanan terhadap gangguan nutrisi.
Penanganan kasus stunting, terutama di lokasi endemik, menghadirkantantangan signifikan yang membutuhkan strategi dan intervensi yangkomprehensif. Penelitian yang dilakukan oleh Ariadi (13), Botero-Tovaret al (14), dan Flora et al. (2) menjelaskan kompleksitas di lapangandalam mengatasi stunting utamanya di daerah pedesaan dan daerah endemik.Kompleksitas tersebut menekankan perlunya menilai penyebab, pengelolaan,dan optimalisasi intervensi. Selain itu, pentingnya koordinasi tindakanlintas sektoral yang efisien untuk mengatasi stunting, dan perlunyaupaya kolaboratif untuk mengurangi prevalensi stunting.
Penanganan lainnya yang merupakan program pengenalan gizi atauintervensi spesifik yang ada di sekolah. Intervensi seperti programpemberian makanan di sekolah (1), pendidikan gizi (15), dan kegiatanekstrakurikuler (16) memberikan dampak yang positif pada pengetahuan danstatus gizi anak-anak sekolah dasar. Intervensi ini sangat penting dalammempromosikan kebiasaan makan yang sehat, meningkatkan kesadaran gizi,dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan anak-anak secarakeseluruhan dalam kelompok usia anak sekolah dasar.
Mengelola kasus stunting di lokasi endemik membutuhkan pendekatanmultidimensi yang mempertimbangkan tantangan unik, penyebab, dankoordinasi lintas sektoral yang diperlukan untuk memerangi masalah giziini secara efektif. Dengan memahami faktor-faktor yang mendasaristunting dan menerapkan intervensi yang ditargetkan, dimungkinkan untukmembuat langkah signifikan dalam mengurangi prevalensi stunting danmeningkatkan hasil kesehatan anak-anak di daerah endemik.
Sumber Referensi
1. Zenebe M, Gebremedhin S, Henry CJ, Regassa N. School feeding program has resulted in improved dietary diversity, nutritional status and class attendance of school children. Ital J Pediatr. 2018 Dec;44(1):16.
2. Flora R, Juhaina E, Faisya AF, Fajar NA, Appulembang YA, Zulkarnain M. Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum And Intelligence Levels of Elementary School Children in Rural Areas, Seluma Regency. JIKM. 2021 Mar 31;12(1):60–8.
3. Huriah T, Rahmawati IF. Description of the Characteristics of Nutritional Status Based on Food Intake in School-Age Children. ijnp [Internet]. 2019;3(2). Available from: https://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp/article/view/6767
4. Neli W, Latif FLA, Rompas H, Putri AH, Firman LOM. Indonesian mothers’ perception about the children nutritional status and its related factors. PHI. 2021 Sep 10;7(3):126–32.
5. Rahman, Aderiska Septiani Walemba, Harleli, Marheni Fadillah Harun. Factors associated with stunting incidents in toddler in the working area of north wakorumba health center, North Buton District, Southeast Sulawesi Province, Indonesia, 2023. World J Adv Res Rev. 2024 Jun 30;22(3):537–46.
6. Ardan, Tosepu R, Effendy DS. Identification of Stunting Determinants in Toddlers in Prevention of Nutritional Problems in the North Buton Regency. KLS [Internet]. 2022 Sep 13; Available from: https://knepublishing.com/index.php/KnE-Life/article/view/11787
7. Maripadang R, Sunarsih S, Toruntju SA. RISK FACTORS OF STUNTING IN THE SUB-DISTRICT OF SOUTH WAKORUMBA MUNA REGENCY: Stunting Risk Factor. ijhsrd. 2022 Jun 19;3(2):118–26.
8. Al-Hazzaa HM, Alhowikan AM, Alhussain MH, Obeid OA. Breakfast consumption among Saudi primary-school children relative to sex and socio-demographic factors. BMC Public Health. 2020 Dec;20(1):448.
9. Said MA, Shaab Alibrahim M. Physical activity, sedentary behaviors, and breakfast eating as factors influencing BMI in Saudi students, aged 10 to 15 years. Annals of Medicine. 2022 Dec 31;54(1):1459–72.
10. Yeasmin K, Islam K, Yeasmin T. Gender disparity in nutritional status among under five children in Rajshahi city, Bangladesh. J bio-sci. 2019 Dec 26;27:1–10.
11. Zou Y, Zhang R, Huang L, Su D, He M, Fang Y, et al. Sociodemographic disparity in the nutritional status among children and adolescents in Zhejiang Province. Eur J Clin Nutr. 2021 Feb;75(2):307–13.
12. Krafft C. The determinants of inequality in child nutrition status: Evidence from Jordan. Review Development Economics. 2022 Feb;26(1):112–32.
13. Ariadi S. Integrated handling to overcome stunting in rural areas in East Java, Indonesia. MKP. 2023 Oct 24;36(3):436–50.
14. Botero-Tovar N, Zuluaga GPA, Varela AR. Factors influencing delivery of intersectoral actions to address infant stunting in Bogotá, Colombia – a mixed methods case study. [Internet]. 2020. Available from: https://www.researchsquare.com/article/rs-21690/v1
15. Antwi J, Ohemeng A, Boateng L, Quaidoo E, Bannerman B. Primary school-based nutrition education intervention on nutrition knowledge, attitude and practices among school-age children in Ghana. Glob Health Promot. 2020 Dec;27(4):114–22.
16. Rahmadina M, Fikawati S, Syafiq A. Extracurricular Education to Increase Nutrition Knowledge Among Primary School Children in Indonesia. In: Proceedings of the Third Andalas International Public Health Conference, AIPHC 2019, 10-11th October 2019, Padang, West Sumatera, Indonesia [Internet]. Padang, Indonesia: EAI; 2020. Available from: http://eudl.eu/doi/10.4108/eai.9-10-2019.2297218
Catatan
Catatan Penerbit Penerbit
PT Karya Inovasi Berkelanjutan menyatakan tetap netral sehubungan dengan buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun.
Pernyataan Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dengan pihak manapun.
Editor
Ainul Rafiq (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional).