Abstract
Nutrition education is a comprehensive process aimed at changing community behavior so that healthy dietary habits can be applied in daily life. Understanding the local nutritional status supports the implementation of nutrition education programs that can lead to positive changes in knowledge, attitudes, and behaviors related to food and nutrition. This community service activity aimed to identify the prevalence of nutritional problems, specifically anemia and chronic energy deficiency (CED), and subsequently provide nutrition counseling to adolescents. The program was conducted at SMA Negeri 3 Kendari in August 2023, involving 92 female students from grades 10 and 11. The activities were carried out over two days: on the first day anthropometric measurements and blood sampling (hemoglobin testing) were performed, while the second day was dedicated to nutrition counseling. The results showed that 67.3% of students suffered from CED and 42.6% from anemia. Post-counseling evaluation indicated that the majority of participants (78.3%) demonstrated sufficient nutrition knowledge. These findings suggest that school-based direct nutrition education interventions are an effective strategy for improving the nutrition knowledge of adolescent girls, particularly those experiencing CED and anemia. Such interventions should be implemented continuously and expanded to other schools. Collaboration between schools and health professionals is recommended to integrate nutrition education into regular school programs, including periodic monitoring of nutritional status and hemoglobin levels.
Achieving Sustainable Development Goals (SDGs)
This community service activity focused on preventing nutritional problems among adolescent girls through screening for anemia and CED. The outcomes contribute to Sustainable Development Goal (SDG) 3: Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages. Specifically, it supports Target 3.4, which aims by 2030 to reduce premature mortality from non-communicable diseases by one-third through prevention and treatment, and to promote mental health and well-being.
Penulis Koresponden: Sultan Akbar Toruntju(akbartoruntju21@gmail.com).
Pendahuluan
Angka kesakitan dan kematian merupakan indikator pembangunan kesehatan (1). Pada periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan rawan terhadap kekurangan gizi dapat dialami oleh remaja dan berdampak terhadap kesehatannya secara keseluruhan (2). Hasil Riskesdas menunjukkan angka prevalensi risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sulawesi Tenggara sebesar 22,1% (3). KEK merupakan salah satu indikator masalah gizi yang ada di Indonesia, dan masih banyak terjadi utamanya di daerah pinggiran kota (4).
Upaya mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok remaja putri baik yang berisiko KEK maupun yang telah mengalami KEK telah dilakukukan oleh pemerintah dan mitra kerja melalui kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) (5). PMT-P adalah bentuk aksi nyata untuk pemenuhan nutrisi pada remaja dan mencegah risiko KEK, namun masih diperlukan upaya preventif yang mendukung adanya perubahan perilaku konsumsi remaja putri sehingga diharapkan terbentuk pola sikap dan perilaku ke arah konsumsi makanan bernutrisi. Sesuai dengan penelitian Rukmana et al. (6) bahwa kendatipun remaja putri memiliki pengetahuan tinggi terhadap gizi seimbang, masih terdapat perilaku konsumsi makanan tidak bergizi yang tinggi.Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan bertujuan untuk memberikan edukasi tentang prinsip dasar gizi berbasis pangan lokal pada remaja putri. Luaran dari kegiatan ini adalah adanya data hasil identifikasi anemia gizi, dan kekurangan energi kronik pada remaja putri.
Metode
Kegiatan dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2023 di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Kendari. Peserta kegiatan adalah remaja putri kelas X dan kelas XI. Remaja putri yang berpartisipasi dalam kegiatan ini sejumlah 92 siswi.
Hari pertama melakukan diskusi dan koordinasi kepada pihak sekolah. Kunjungan ke Unit Kesehatan Sekolah dan malakukan kegiatan pengukuran antropometri, deteksi KEK, dan pengambilan spesimen darah (pemeriksaan Hb).
Hari ke dua melakukan penetapan sasaran kegiatan pengabdian masyarakat, berdasarkan hasil deteksi kek dan anemia gizi, dan pemberian penyuluhan gizi kepada sasaran pengabdian masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari ke satu kegiatan adalah sebagai berikut.
Identifikasi Status Anemia Gizi
Metode ini dilakukan dengan pengambilan darah oleh tenaga kesehatan profesional, dengan menggunakan metode Sahli, dan dilanjutkan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Kadar Hb rujukan adalah > 12 gr/dl, peserta dengan kadar Hb di bawah rujukan akan mengikuti konseling gizi.
Identifikasi KEK
Identifikasi KEK dilakukan dengan mengukur antropometri Lingkar Lengan Atas (LILA), Berat Badan, dan Tinggi Badan (TB). Selanjutnya dihitung nilai Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT standar yang digunakan adalah IMT > 18, sehingga peserta dengan hasil IMT yang tidak memenuhi standar akan mengikuti koseling gizi. Setelah pengukuran status anemia dan status gizi peserta kegiatan, pada hari ke dua dilakukan konseling gizi dengan kegiatan sebagai berikut.
Pelaksanaan Konseling Gizi
Konseling gizi berbentuk penyuluhan gizi diikuti oleh siswi dengan status anemia dan KEK. Metode penyuluhan gizi dengan media poster Pedoman Umum Gizi Seimbang Remaja Putri.
Hasil dan Pembahasan
Hasil identifikasi status KEK pada peserta kegiatan, dari sejumlah 92 siswi, 67,3 % siswi menderita KEK (67,3%). Bila kita melihat sebaran data antar kelas, maka penderita KEK lebih banyak pada kelas X yakni 67,3 % dibanding kelas XI 32,6%.
| Kelas | Status Gizi | Jumlah | ||||
|---|---|---|---|---|---|---|
| Normal | KEK | |||||
| n | % | n | % | n | % | |
| I | 13 | 28,0 | 37 | 74,0 | 50 | 54,3 |
| II | 17 | 42,8 | 25 | 59,5 | 42 | 45,6 |
| Jumlah | 30 | 32,6 | 62 | 67,3 | 92 | 100 |
Kelompok remaja putri merupakan kelompok rentan terhadap berbagai kekurangan gizi. Siswi SMA sudah termasuk dalam kategori Wanita Usia Subur (WUS) dan prevalensi KEK pada wanita usia subur khususnya remaja putri, saat ini prevalensinya masih cukup tinggi (7,8). Hasil pengabdian masyarakat ini menemukan bahwa sebanyak 67,3% mengalami KEK. KEK merupakan penyakit akibat kekurangan sejumlah energi yang berlangsung secara kronik atau sudah cukup lama, hingga merupakan akumulasi dari kekurangan-kekurangan energi sebelumnya yang dialami oleh seorang remaja putri (4). KEK yang terjadi baik pada wilayah perkotaan dan lebih besar pada wilayah pinggiran kota/pedesaan disebabkan faktor konsumsi rendah makronutrisi (4), sedangkan menurut Ardi (9) bahwa kausalitas KEK pada remaja putri dari gabungan berbagai faktor, yaitu pola makan (frekuensi makan dan jenis ragam makanan), asupan zat gizi (energi, protein, lemak, zat besi), persepsi terhadap body image, dan indeks massa tubuh menurut umur dengan kurang energi kronis pada remaja putri. Jangka panjang dari KEK pada remaja putri ini dapat berimplikasi terhadap masalah kesehatan lain. Terjadinya anemia berdasarkan berbagai studi adalah salah satu dampak yang luas dari KEK (10,11).
| Kelas | Kadar Hemoglobin | Jumlah | ||||
|---|---|---|---|---|---|---|
| Normal | Anemia | |||||
| n | % | n | % | N | % | |
| I | 11 | 57,8,0 | 8 | 42,1 | 19 | 57,4 |
| II | 8 | 57,1 | 6 | 42,8 | 14 | 42,6 |
| Jumlah | 19 | 57,4 | 14 | 42,6 | 33 | 100 |
Berdasar hasil pemeriksaan kadar hemglobin pada 33 orang siswa yang diambil secara simple random, maka ditemukan bahwa 42,6 % siswi menderita anemia dan 57,4 % dengan kadar Hb normal. Data ini bila kita lihat menurut sebaran kelas, maka ditemukan bahwa kelas I yang menderita anemia sebanyak 42,1 % dan kelas II sebesar 42,8 %.
Risiko anemia sering terjadi pada remaja, dan lebih besar pada remaja putri. Anemia pada remaja putri semakin berat karena mereka mengalami siklus menstruasi (12). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu dampak dari KEK adalah terganggunya fungsi proses dalam tubuh yaitu pada metabolisme energi dan simpanan zat besi, penurunan metabolisme energi yang berlangsung lama dapat mengurangi simpanan zat besi dalam tubuh (13).
| Kategori | Tingkat Pengetahuan Gizi | |||
|---|---|---|---|---|
| Sebelum Koseling | Setelah Konseling | |||
| n | % | n | % | |
| Cukup | 19 | 31,6 | 47 | 78,3 |
| Kurang | 41 | 68,3 | 14 | 23,3 |
| Total | 60 | 100 | 60 | 100 |
Tingkat pengetahuan gizi pada sebelum edukasi yakni 68,3% dalam kategori kurang dan 31,6% kategori cukup. Setelah pemberian penyuluhan terjadi kenaikan skor dimana kategori cukup dari 31,6% naik menjadi 78,3% dan kategori kurang menurun dari dari 68,3 % menjadi 23,3%.
Pengetahuan gizi merupakan aspek substansial yang harus selalu dipertahankan untuk terbentuk kebiasaan menjaga status kesehatan oleh remaja putri (14). Upaya peningkatan pengetahuan gizi remaja putri sebagaimana direkomendasikan oleh World Heatlh Organization dan menjadi salah satu dari 6 aksi kesehatan terhadap remaja (15).
Implikasi Praktis
Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa edukasi gizi berbasis intervensi langsung di sekolah menjadi strategi efektif dalam meningkatkan pengetahuan gizi remaja putri, khususnya yang mengalami KEK dan anemia. Intervensi serupa perlu dilakukan secara berkelanjutan dan diperluas cakupannya di lingkungan sekolah lainnya. Pihak sekolah bersama tenaga kesehatan diharapkan dapat menjadikan edukasi gizi sebagai bagian dari program rutin sekolah, termasuk pemantauan status gizi dan hemoglobin secara berkala. Pendekatan kolaboratif ini menjadi langkah nyata dalam pencegahan anemia dan KEK pada remaja putri, yang berperan penting dalam menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif di masa depan.
Sumber Pustaka
1. Kementerian Kesehatan. Rencana Induk Bidang Kesehatan. Kementerian Kesehatan; 2025.
2. Yulia C, Rosdiana DS, Muktiarni M, Sari DR. Reflections of well-being: navigating body image, chronic energy deficiency, and nutritional intake among urban and rural adolescents. Front Nutr. 2024 May 1;11:1346929.
3. Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Dalam Angka. Kementerian Kesehatan; 2023.
4. Yulia C, Rosdiana DS, Muktiarni M, Sari DR. Reflections of well-being: navigating body image, chronic energy deficiency, and nutritional intake among urban and rural adolescents. Front Nutr. 2024 May 1;11:1346929.
5. United Nations Children Fund (UNICEF). Ringkasan Eksekutif Bergerak Untuk Perbaikan Gizi: Program Percontohan Sarapan Sehat Aksi Bergizi Indonesia. UNICEF Indonesia; 2024.
6. Rukmana E, Fransiari ME, Damanik KY, Nurfazriah LR. Assessment of Knowledge, Attitudes and Behaviors Regarding Balanced Nutrition and Nutritional Status Among Adolescents at the Yayasan Bandung Senior High School, Deli Serdang Regency: Penilaian Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Gizi Seimbang serta Status Gizi pada Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Bandung, Kabupaten Deli Serdang. Amerta Nutr. 2023 Dec 31;7(2SP):178–83.
7. Kementerian Kesehatan. Buku Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2021.
8. Sawadogo PM, Ugwu NH, Phiri M, Arnaldo C. Prevalence and Factors Associated with Chronic Energy Deficiency among Adolescent Girls and Young Mothers in Sub-Saharan Africa. Open Public Health J. 2024 Dec 31;17(1):e18749445360112.
9. Ardi A ’Izza. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) pada Remaja Putri. Media Gizi Kesmas. 2021 Nov 20;10(2):320–8.
10. Lee JM. Time to pay attention to anemia in female adolescents. Clin Exp Pediatr. 2021 Feb 1;64(2):78–9.
11. Marliyana M, Jana VA, Suryadi S, Fitri FE, Yunitasari E. The Relationship between Nutrient Intake and Anemia with the Incidence of Deficiency Chronic Energy in Adolescent Women. J Pendidik KEPERAWATAN Indones. 2025 June 30;11(1):59–70.
12. Wulandari C, Setiarsih D, Mutiarani AL, Nuriannisa F, Wahyudi ASA, Santoso RD. Analysis of the Causes of Anemia Based on the Menstrual Cycle, Eating Patterns, and Nutritional Intake in Adolescents. Media Gizi Kesmas. 2024 Dec 12;13(2):773–8.
13. Brittenham GM, Moir-Meyer G, Abuga KM, Datta-Mitra A, Cerami C, Green R, et al. Biology of Anemia: A Public Health Perspective. J Nutr. 2023 Nov 1;153:S7–28.
14. Nagy-Pénzes G, Vincze F, Bíró É. A School Intervention’s Impact on Adolescents’ Health-Related Knowledge and Behavior. Front Public Health. 2022 Mar 14;10:822155.
15. World Health Organization. Six actions to improve adolescent health [Internet]. 2024 [cited 2025 Sept 2]. Available from: https://www.who.int/news-room/spotlight/six-actions-to-improve-adolescent-health
Catatan
Catatan Penerbit (Publisher’s Notes)
Penerbit PT Karya Inovasi Berkelanjutan menyatakan tetap netral sehubungan dengan buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun. (The publisher of PT Karya Inovasi Berkelanjutan states that it remains neutral with respect to the published ideas and from any institutional affiliation).
Review Editor/Peer Reviewer
Ahmat Rediansya Putra, S.Tr.Kes., M.Biomed (Poltekkes Kemenkes Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia)
Pendanaan (Funding)
Pengabdian Kepada Masyarakat ini mendapatkan pendanaan dari DIPA Poltekkes Kemenkes Kendari Tahun 2023 dengan nomor pendanaan HK.02.03/1/1574/2023. (This community service receives funding from the DIPA of the Health Polytechnic of the Ministry of Health Kendari for the year 2023 with funding number HK.02.03/1/1574/2023).
Pernyataan Konflik Kepentingan (Statement of Conflict of Interest)
Para penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dengan pihak manapun. (The authors stated that there was no conflict of interest with any party).
Hak cipta 2025 Toruntju et al. Artikel yang diterbitkan mendapatkan lisensi Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0), sehingga siapapun dan di manapun memiliki kesempatan yang sama untuk menggali khazanah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesempatan terhadap diskusi ilmiah. (Copyright 2025 Toruntju et al. This is an open access article distributed under the terms of the Attribution-ShareAlike 4.0 International license (CC BY-SA 4.0), thus anyone, anywhere has the same opportunity to explore the knowledge and enhance opportunities for scientific discussion).
