Abstract
Introduction and Methods
Skipjack tuna is a food ingredient that serves as a source of animal protein, rich in essential amino acids, essential fatty acids, taurine, vitamins, and minerals, but it has not been widely utilized. Similarly, chicken eggshells, which are a source of calcium, have also not been fully utilized. To increase their value and benefits, both ingredients were processed into flour for the fortification of biscuits, which are snacks favored by the community. This study aimed to analyze the organoleptic characteristics, chemical composition, and shelf life of biscuits fortified with skipjack tuna flour and chicken eggshell extract as an alternative supplementary food for adolescent girls with anemia.
This research was experimental, using a Completely Randomized Design (CRD) with proportions of skipjack tuna flour and chicken eggshell extract, conducted in duplicate. The treatments included F0 (without the addition of skipjack tuna flour and chicken eggshell extract) as a control, F1 (a combination of 10% skipjack tuna flour and 3% chicken eggshell extract), and F2 (a combination of 15% skipjack tuna flour and 3% chicken eggshell extract). The organoleptic test was conducted with 30 semi-trained panelists. Data were analyzed using SPSS 26 with the Kruskal-Wallis test (α ≤ 0.05). The measurement of the biscuit's chemical composition included levels of carbohydrates, protein, fat, moisture, ash, iron (Fe), calcium (Ca), and vitamin C using AOAC (2005) methods. The biscuit's shelf life was measured using parameters of total microbial count (TMC), moisture content (gravimetric method), and free fatty acid content (alkalimetry titration). The data on chemical content and shelf life parameters were analyzed using ANOVA.
Results
The results showed that the most preferred biscuit by panelists was F1, with the addition of 10% skipjack tuna flour and 3% chicken eggshell extract. The chemical composition of F1 biscuits per one hundred grams contained 470.66 kcal of energy, 11.47 g of protein, 18.96 g of fat, 63.39 g of carbohydrates, 8.39 mg of iron, 1,523 mg of calcium, and 0.48 mg of vitamin C. The biscuits were yellowish-brown in color, with a distinctive fish aroma and taste, and a crunchy texture. The Total Plate Count after 28 days of storage was 8.4 × 10³ CFU/g. The selected formula in this study was F1, with the addition of 10% skipjack tuna flour and 3% eggshell extract.
Conclusion
The best organoleptic characteristics were found in the control, but the biscuit with the addition of 10% skipjack tuna flour and 3% eggshell flour (F1) was also preferred and had higher nutritional value compared to the control biscuit.
Penulis koresponden: Rosnah (rosnahgunawan71@gmail.com).
Pendahuluan
Defisiensi mikronutrien seperti kekurangan zat besi dan kalsium masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama pada kelompok anak-anak dan remaja. Fortifikasi pangan merupakan salah satu strategi efektif untuk mengatasi masalah ini melalui penambahan vitamin dan mineral ke dalam makanan (1). Biskuit sering digunakan sebagai media fortifikasi karena praktis, disukai berbagai usia, dan memiliki umur simpan panjang (2).
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan sumber protein hewani yang kaya zat besi, omega-3, dan mineral penting lain, serta tersedia melimpah di wilayah pesisir seperti Kota Kendari (3); (4). Sementara itu, cangkang telur ayam ras mengandung kalsium tinggi, yaitu sekitar 35,46%, dan berpotensi digunakan sebagai bahan fortifikasi alami (5). Asupan kalsium yang memadai terbukti berkontribusi pada kepadatan tulang dan kadar hemoglobin (6); (7).
Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik organoleptik dan masa simpan biskuit yang difortifikasi dengan tepung ikan cakalang dan ekstrak cangkang telur ayam ras sebagai inovasi pangan bergizi berbasis bahan lokal.
Metode
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan tiga perlakuan formulasi biskuit dan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Sampel diacak secara acak sederhana untuk memastikan homogenitas pengujian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Kendari dan Laboratorium Kimia Universitas Halu Oleo.
Formulasi Perlakuan
Tiga perlakuan disusun sebagai berikut: 1) F0: Kontrol (tanpa fortifikasi); 2) F1: 10% tepung ikan cakalang + 3% ekstrak cangkang telur; 3) F2: 15% tepung ikan cakalang + 3% ekstrak cangkang telur. Formulasi dilakukan berdasarkan berat tepung total yang digunakan dalam pembuatan biskuit.
Tepung ikan cakalang dibuat berdasarkan hasil penelitian (8) dimodifikasi penulis. Pembuatan ekstrak cangkang telur ayam ras (ECTA) berdasarkan hasil penelitian (5). Biskuit dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, gula, margarin, dan telur. Fortifikasi dilakukan dengan mencampurkan tepung ikan cakalang dan ekstrak cangkang telur ayam ras sesuai dengan formulasi masing-masing perlakuan. Adonan dicetak dan dipanggang pada suhu 160°C selama 30 menit, kemudian didinginkan dan dikemas dalam wadah kedap udara.
Uji organoleptik dilakukan untuk menilai warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit, menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang berusia 18–20 tahun. Penilaian dilakukan menggunakan uji hedonik dengan skala 1–5, di mana skor 1 menyatakan sangat tidak suka dan skor 5 menyatakan sangat suka. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Uji Cita Rasa Poltekkes Kemenkes Kendari. Sebelum pengujian, seluruh panelis telah diberikan informasi terkait produk dan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Penelitian ini juga telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan UNSOED dengan nomor Persetujuan Etik (Ethical Approval) No. 504/EC/KEPK/2023.
Analisis proksimat dan kandungan zat gizi mikro dilakukan pada masing-masing perlakuan. Parameter yang dianalisis meliputi: Kadar air (metode gravimetri, AOAC 925.10), kadar protein (metode Kjeldahl, AOAC 2005 No. 984.13), kadar lemak (metode Soxhlet, AOAC 920.39), kadar abu (AOAC 923.03), karbohidrat dihitung secara by difference, kandungan zat besi (Fe) dan kalsium (Ca) (metode AAS)
Masa simpan biskuit dianalisis melalui pengamatan terhadap: jumlah total mikroba (ALT) menggunakan metode Total Plate Count (TPC) sesuai SNI 2897:2008, kadar air (metode gravimetri), kandungan asam lemak bebas (FFA) dengan titrasi alkalimetri. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 pada suhu ruang (±27°C). Batas maksimum ALT merujuk pada SNI 2973:2011 (<1×10⁴ CFU/g).
Analisis Data
Data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis karena data berskala ordinal. Jika terdapat perbedaan yang signifikan (α ≤ 0,05), maka dilanjutkan dengan uji Mann–Whitney sebagai uji lanjut. Data kandungan kimia dan parameter masa simpan dianalisis menggunakan ANOVA satu arah dengan pengujian prasyarat normalitas dan homogenitas data. Seluruh analisis dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 26.
Hasil dan Pembahasan
Produk penelitian ini diberi nama Biskuan ECTA, akronim dari Biskuit Tepung Ikan Cakalang dan Tepung Ekstrak Cangkang Telur Ayam. Formulasi produk dilakukan dengan variasi proporsi tepung ikan cakalang dan tepung ECTA pada beberapa perlakuan (F0 sebagai kontrol, F1dan F2 sebagai variasi formulasi).
Pembuatan tepung ikan cakalang, dimulai dengan pemilihan ikan cakalang segar, pencucian, menyiangi dan memfillet (memisahkan kepala, isi perut, tulang, kulit) ikan. Daging hasil fillet direndam air jeruk nipis selama 15 menit, lalu dikukus selama 15 menit, dinginkan. Daging ikan kemudian dikecilkan ukurannya dengan cara mencabik-cabik. Selanjutnya dikeringkan pada oven suhu 100oC selama 3 jam. Daging ikan yang kering dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh, kemas dalam plastik vakum. (9) menyatakan tepung ikan adalah produk berprotein tinggi dan rendah kadar air yang diperoleh dari bagian-bagian ikan atau pabrik penggilingan ikan. Tepung ikan cakalang memiliki kadar protein 82,86% dan kadar lemak 1,10% (10).
Pembuatan tepung ekstrak cangkang telur ayam ras (ECTA) berdasarkan hasil penelitian (5) dengan tahapan sebagai berikut : cangkang telur ayam ras dicuci bersih, direbus selama 15 menit, ditiriskan, disebar di atas loyang stainless steel, lalu kering anginkan semalam. Pagi hari, cangkang telur ayam ras dikeringkan di oven pada suhu 200°C selama 10 menit. Kemudian sampel diekstraksi menggunakan asam klorida (HCl) 4% (w/v) selama 3 jam. Perbandingan simplisia cangkang telur ayam ras dengan HCl adalah 1:15 (w/v). Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 ml lalu secara perlahan-lahan ditambahkan pelarut asam klorida (HCl) 4% (w/v), sampai permukaan sampel terendam semuanya. Untuk menghilangkan residu dan larutan HCl dari maserat (sesudah dihidrolisis), dilakukan pemanasan pada oven suhu 110-115°C sampai kering (3 jam). Setelah dingin maserat kemudian dihaluskan menggunakan blender, lalu disaring (80 mesh), dikemas dengan kemasan kedap udara.
Bahan (g) | F0 | F1 (10%) | F2 (15%) |
---|---|---|---|
Mentega (g) | 100 | 100 | 100 |
Gula pasir halus (g) | 125 | 125 | 125 |
Kuning telur 2 butir @ 15 g | 30 | 30 | 30 |
Tepung terigu (g) | 200 | 200 | 200 |
Tepung maizena (g) | 50 | 50 | 50 |
Soda kue (g) | 5 | 5 | 5 |
Susu bubuk (g) | 30 | 30 | 30 |
Vanili (g) | 5 | 5 | 5 |
Berat Total (g) | 545 | 545 | 545 |
Tepung ikan cakalang | 0 | 55 | 82 |
Tepung cangkang telur (3%) | 0 | 16 | 16 |
Karakteristik Organoleptik
Biskuit merupakan salah satu jenis produk olahan yang memiliki keunggulan antara lain tahan lama karena kadar air yang rendah, juga kemudahan dalam konsumsi dan mudah dicerna. Hasil pengujian organoleptik biskuit fortifikasi tepung ikan cakalang dan tepung ECTA (Tabel 2).
Parameter | Perlakuan | Tingkat kesukaan | p value |
---|---|---|---|
Warna | F0 | 4,4 | 0,000* |
F1 | 4,2 | ||
F2 | 3,4 | ||
Aroma | F0 | 4,5 | 0,000* |
F1 | 4,2 | ||
F2 | 3,4 | ||
Tekstur | F0 | 4,4 | 0,000* |
F1 | 4,5 | ||
F2 | 4,1 | ||
Rasa | F0 | 4,6 | 0,000* |
F1 | 4,3 | ||
F2 | 3,5 |
Warna
Berdasarkan hasil uji hedonik yang disajikan pada Tabel 2, perlakuan F0 memiliki tingkat kesukaan tertinggi dengan nilai mean 4,4 (antara suka dan sangat suka). Biskuit perlakuan F1 memiliki warna kuning kecoklatan. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap data uji hedonik warna menunjukan bahwa taraf formulasi berpengaruh nyata (p <0,05) terhadap terhadap karakteristik warna biskuit. Semakin tinggi persentase penambahan tepung ikan cakalang semakin coklat warna biskuit yang dihasilkan. Panelis lebih menyukai warna biskuit yang kuning cerah (F0) dibandingkan dengan biskuit dengan penambahan tepung ikan cakalang dan tepung ekstrak cangkang telur ayam yang cenderung lebih gelap (kuning kecoklatan).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (11) bahwa penambahan tepung ikan menyebabkan warna biskuit menjadi lebih gelap disebabkan adanya reaksi browning non enzimatis yang diakibatkan oleh karamelisasi. Karamelisasi merupakan reaksi pirolisis dari gula, pada pembuatan biskuit yang menggunakan bahan baku gula pasir (sukrosa). Proses pemanasan mengakibatkan pecahnya molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, yang diikuti dengan pelepasan molekul air dari glukosa dan fruktosa sehingga menimbulkan warna coklat (12).
Tekstur
Berdasarkan hasil uji hedonik yang disajikan pada Tabel 2, diketahui bahwa tingkat kesukaan tertinggi pada tekstur terdapat pada biskuit F1 dengan nilai mean 4,5 (antara suka sampai sangat suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa taraf formulasi berpengaruh nyata terhadap tekstur. Tekstur biskuit dipengaruhi oleh penambahan tepung ekstrak cangkang telur ayam ras dan juga kadar protein yang berasal dari tepung ikan cakalang, semakin tinggi protein maka semakin tinggi daya serap air dan mempengaruhi tekstur yang dihasilkan (13). Pada penelitian ini, biskuit dengan penambahan tepung ikan cakalang yang lebih banyak (15%), meningkatkan kerenyahan biskuit dan teksturnya lebih mudah patah sehingga menurunkan kesukaan panelis.
Tekstur biskuit F0 dan FI renyah tetapi tidak mudah patah sehingga lebih disukai panelis. Hasil ini sejalan dengan penelitian (14) yang menyatakan bahwa penambahan tepung ikan cakalang meningkatkan kerenyahan tektur biskuit yang dihasilkan.
Rasa
Berdasarkan hasil uji hedonik yang disajikan pada Tabel 2, perlakuan F0 memiliki tingkat kesukaan tertinggi dengan nilai mean 4,6 (antara suka sampai sangat suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan bahwa taraf formulasi berpengaruh nyata terhadap rasa pada biskuit yang dihasilkan.
Pada penelitian ini rasa biskuit kontrol (F0) lebih disukai dibandingkan rasa biskuit perlakuan 1 (FI) dan biskuit perlakuan 2 (FII). Rasa pada biskuit di pengaruhi oleh tingkat substitusinya, semakin tinggi persentase penambahan tepung ikan cakalang, semakin kuat rasa ikan pada biskuit sehingga semakin menurun tingkat kesukaan panelis terhadap produk biskuit.
Karakteristik Kimia Biskuit Ikan Cakalang Fortifikasi Ekstrak Cangkang Telur Ayam Ras
Ikan cakalang segar mengandung 25,29% protein (Nurjanah et al., 2015), sedangkan tepung ikan cakalang mengandung 82,86% protein (Litaay & Santoso, 2013). Ikan cakalang mengandung EPA (4,74± 0,39%) dan DHA (35,66±0,23%) yang tinggi (Mahaliyana et al., 2015) serta kandungan asam amino esensial sebesar 11,37% histidin, 9,25% leusin, 7,78% lisin, 7,16% valin, 4,85% isoleusin, 4,51% treonin, 3,39% fenilalanin, 2,34% metionin, dan 1,29% triptofan. Hasil penelitian (15) diketahui bahwa antara daging merah dan putih ikan tuna Katsuwonus pelamis tidak terdapat perbedaan signifikan persentase total asam amino esensial dan non-esensial yaitu masing-masing berjumlah 52,3% dan 47,7%, mengandung asam amino glutamat sekitar 13%, asam histidin, lisin dan arginine. Nilai gizi dan manfaat ikan cakalang potensial untuk dikembangkan dan belum dilakukan secara optimal ditunjukkan oleh tingkat pemanfaatan yang masih terbatas. Guna menambah nilai dan manfaatnya, ikan cakalang diolah terlebih dahulu menjadi tepung sebelum difortifikasi kedalam produk pangan.
Sampel | Energi (kkal) | KH (%) | Protein (%) | Lemak (%) | Air (%) |
---|---|---|---|---|---|
F0 | 463,98 | 63,55 | 10,4 | 18,76 | 1,445 |
FI | 470,66 | 63,39 | 11,47 | 18,96 | 1,91 |
Sampel | Abu (%) | Fe (mg/100 g) | Ca (mg/100 g) | Vit. C (mg/100 g) | |
F0 | 1,88 | 6,55 | 1121 | 0,33 | |
FI | 1,85 | 8,39 | 1523 | 0,48 |
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rerata nilai gizi biskuit perlakuan fortifikasi tepung ikan cakalang 10% dan tepung ekstrak cangkang telur ayam ras 3% (FI) secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit kontrol. Kadar air pada biskuit kontrol (F0) maupun biskuit FI sesuai dengan syarat mutu biskuit SNI 01-2973-2011 menurut Badan Standardisasi Nasional (2011) yaitu maksimal sebesar 5%. Kadar protein produk biskuit adalah sekitar 10,4% hingga 11,47%. Kadar protein biskuit FI dengan penambahan tepung ikan cakalang lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol (F0). Kadar protein produk biskuit yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi syarat mutu biskuit SNI 01- 2973-2011 menurut Badan Standardisasi Nasional (2011) yaitu minimal 7%. Kadar lemak biskuan ECTA adalah sekitar 18,76% hingga 18,96%, telah sesuai dengan syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 yaitu minimal 9,5%.
Komposisi zat gizi biskuan ECTA formula terpilih (FI) berat per keeping (15 g) dan per sajian (60 g) dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa total kalori biskuan ECTA persajian (60 gram) sebesar 282.39 kkal, memberikan kontribusi kalori 13,45% dari total asupan energi sehari perempuan usia 16-18 tahun berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) (2100 kkal).
Nilai Gizi | Energi (kkal) | KH (%) | Protein (%) | Lemak (%) |
---|---|---|---|---|
Per 100 gram | 470,66 | 63,39 | 11,47 | 18,96 |
Perkeping (15 g) | 31,38 | 4,23 | 0,76 | 1,26 |
Per sajian 60 g | 125,51 | 16,90 | 3,06 | 5,05 |
Nilai Gizi | Fe (mg/100 g) | Ca (mg/100 g) | Vit. C (mg/100 g) | |
Per 100 gram | 8,39 | 1523 | 0,48 | |
Perkeping (15 g) | 0,56 | 101,53 | 0,03 | |
Per sajian 60 g | 2,24 | 406,13 | 0,128 |
Kontribusi nilai gizi biskuan ECTA persajian (60 gram) terhadap total asupan energi sehari perempuan usia 16-18 tahun berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) 2100 kkal dapat dilihat pada Tabel 5.
Nilai Gizi | Energi (kkal) | KH (%) | Protein (%) | Lemak (%) |
---|---|---|---|---|
Per sajian (60 g) | 125,51 | 16,90 | 3,06 | 5,05 |
Kontribusi (%) | 13,45 | 12,68 | 10,58 | 16,26 |
Nilai Gizi | Fe (mg/100 g) | Ca (mg/100 g) | Vit. C (mg/100 g) | |
Per sajian (60 g) | 2,24 | 406,13 | 0,128 | |
Kontribusi (%) | 33,53 | 76,15 | 0,39 |
Pada Tabel 5 diketahui bahwa total kalori biskuan ECTA persajian (60 gram) sebesar 282.39 kkal, memberikan kontribusi kalori 13,45% dari total asupan energi sehari perempuan usia 16-18 tahun berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) 2100 kkal. Persentase sumbangan protein biskuan ECTA yaitu sebanyak 10,58% (6,88 gr) dari 100% (65 gr) kecukupan protein yang dianjurkan. Sedangkan sumbangan zat besi biskuan ECTA yaitu sebanyak 33,53% (5,03 mg) dari 100% (15 mg) kecukupan kecukupan zat besi yang dianjurkan. Sumbangan kalsium biskuan ECTA yaitu sebanyak 76,15% (913,8 mg) dari 100% (1200 mg) kecukupan kecukupan kalsium yang dianjurkan.
Asupan energi jajanan adalah asupan yang berasal dari kudapan (snack) dan minuman, bukan makanan lengkap yang dikonsumsi pada saat makan pagi (jam 06.00-07.00), makan siang (jam 12.00-14.00), dan makan malam (jam 19.00- 20.00), serta mengandung energi sebesar 10%-20% dari kebutuhan total sehari (16). Asupan jajanan dikategorikan cukup jika mengandung energi sebesar ≥ 10% dari kebutuhan total sehari, sedangkan asupan jajanan dikategorikan kurang jika mengandung energi sebesar < 10% dari kebutuhan total sehari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lailiyana (2012), menyatakan bahwa kandungan zat gizi dari 100 gram cookies kaya gizi, yaitu cookies dari tuna diketahui energi 501,61 kkal, lemak 24,47-25,41 g, protein 7,50-7,70 g, karbohidrat 60,53-61,89 g, zat besi 4,07-8,67 mg, dan kandungan vitamin C 0,25-0,68 mg.
Masa Simpan Biskuit Fortifikasi Tepung Ikan Cakalang dan Tepung Ekstrak Cangkang Telur Ayam Ras
Selain memiliki nilai gizi yang tinggi, ikan juga tergolong jenis bahan pangan hewani yang mudah mengalami proses pembusukan (perishable food), termasuk jenis ikan cakalang. Agar proses pembusukan pada ikan dapat dihambat maka perlu dilakukan pengawetan dan pengolahan, antara lain dengan pembuatan biskuit berbahan dasar ikan.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi mutu mikrobiologis produk pangan adalah dengan pengujian Angka Lempeng Total (ALT), yang dapat dilakukan dengan metode pour plate atau agar tuang (17). Pengujian Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Produk makanan dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1x108 coloni forming unit / per ml (CFU/ml) (SNI,2008) dalam (17).
Pengujian jumlah pelat total (TPC) merupakan salah satu metode yang secara tidak langsung digunakan untuk menentukan jumlah mikroba dalam produk makanan dengan menghitung mikroba yang hidup dalam media. Parameter pengujian ini biasa digunakan sebagai indikator umum yang menjelaskan tingkat kontaminasi pangan. TPC didefinisikan sebagai jumlah unit pembentuk koloni (cfu) bakteri dalam setiap gram atau setiap mililiter makanan (Puspandari & Isnawati, 2015). Berdasarkan SNI 7388-2009, yang dimaksud dengan TPC adalah jumlah mikroba aerobik mesofilik yang ditemukan dalam per gram atau per mililiter sampel yang ditentukan melalui metode standar (9).
Untuk mengetahui masa simpan biskuit fortifikasi tepung ikan cakalang dan tepung ekstrak cangkang telur ayam ras (Biskuan ECTA) dikemas menggunakan plastik standing pouch poli etilen (PP), yang disimpan pada suhu ruang selama 28 hari. Parameter yang diamati adalah jumlah total mikroba , kadar air dan asam lemak bebas (FFA) setiap 7 hari selama 4 minggu.
Pengujian mutu mikrobiologi ini menggunakan sampel biskuit fortifikasi tepung ikan cakalang dan ECTA (Biskuan ECTA) yang paling disukai oleh panelis, yaitu perlakuan penambahan 10% tepung ikan cakalang dan 3% tepung ECTA (FI). Setiap sampel dilakukan dua kali pengulangan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Batas maksimum kandungan mikroba menggunakan pengujian ALT yang aman dan layak di konsumsi yaitu 1,0 x 104 CFU/gram.
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan tersebut (17). Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan, salah satunya yaitu perhitungan jumlah sel dengan metode hitung cawan. Prinsip dari metode ini adalah jika sel mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung tanpa menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur dalam hitungan cawan yaitu dengan metode tuang (pour plate). Jika sudah didapatkan hasil jumlah koloninya, kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count).
Analisis total mikroba dilakukan dengan mengambil masing-masing sebanyak 1 ml sampel pengenceran dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril (18). Selanjutnya dituangkan media PCA cair ke dalam cawan petri tersebut sebanyak 15-20 ml. Cawan petri dengan hati-hati diputar dan digerakkan horizontal atau sejajar (atau membentuk angka delapan) hingga sampel tercampur rata. Bersamaan dengan itu dilakukan juga pemeriksaan blanko dengan mencampur buffer ke dalam media. Campuran dalam cawan petri selanjutnya dibiarkan membeku. Tahap akhir yaitu inkubasi dengan memasukkan semua cawan petri pada posisi terbalik kedalam inkubator. Inkubasi dilakukan pada suhu 36±10C selama 24-48 jam. Perhitungan dan pencatatan pertumbuhan koloni dilakukan dalam satuan koloni forming unit per gram atau ml sampel (CFU/gr atau ml).
Pada Tabel 6 hasil perhitungan angka lempeng total biskuan ECTA pada awal penyimpanan sebesar 1,3 x 101 CFU/g, hingga pada minggu ke empat masa penyimpanan diperoleh rerata nilai ALT sebesar 8,4 x103 CFU/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk biskuan ECTA sampai minggu keempat masih sesuai dengan syarat mutu mikrobiologis biskuit SNI 01-2973- 2011 menurut Badan Standardisasi Nasional (2011) yaitu maksimal 1 x 104 CFU/g.
Parameter | Sampel | ||
---|---|---|---|
FIM0 | FIM1 | FIM2 | |
Kadar air (%) | 1.45 | 1.91 | 3.21 |
Asam lemak bebas (%) | 0.28 | 0.45 | 0.75 |
Total mikroba (CFU/g) | 1.3 x 101 | 7.8 x 101 | 1.4 x 102 |
Parameter | FIM3 | FIM4 | |
Kadar air (%) | 3.92 | 4.40 | |
Asam lemak bebas (%) | 0.96 | 1.20 | |
Total mikroba (CFU/g) | 1.2 x 103 | 8.4 x 103 |
Pengukuran kadar air merupakan hal yang sangat penting dalam pendugaan umur simpan produk pangan. Kadar air adalah presentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan berdasarkan berat basah maupun berat kering. Peningkatan kadar air bahan pangan dapat dijadikan indikator penurunan mutu (19). Kadar air awal biskuit adalah 1,45%, setelah masa penyimpanan selama 4 minggu kadar air biskuan ECTA meningkat menjadi 4,4%. Kadar air merupakan pemegang peranan penting dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (20).
Kesimpulan
Karakteristik organoleptik biskuit paling disukai pada kontrol, tetapi biskuit penambahan tepung ikan cakalang 10% dan tepung cangkang telur 3% (FI) juga disukai dan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Sehingga formula terpilih pada penelitian ini yaitu biskuit F1 dengan karakteristik berwarna kuning coklatan, aroma dan rasa khas ikan, serta tekstur renyah. Biskuit terbukti aman dari aspek mikrobiologis. Total kalori biskuan ECTA persajian (60 gram) sebesar 282.39 kkal, memberikan kontribusi kalori 13,45% dari total asupan energi sehari perempuan usia 16-18 tahun berdasarkan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) 2100 kkal. Persentase sumbangan protein biskuan ECTA yaitu sebanyak 10,58% (6,88 gr) dari 100% (65 gr) kecukupan protein yang dianjurkan. Sedangkan sumbangan zat besi biskuan ECTA yaitu sebanyak 33,53% (5,03 mg) dari 100% (15 mg) kecukupan kecukupan zat besi yang dianjurkan. Sumbangan kalsium biskuan ECTA yaitu sebanyak 76,15% (913,8 mg) dari 100% (1200 mg) kecukupan kecukupan kalsium yang dianjurkan.
Pernyataan
Penelitian ini didanai melalui DIPA Poltekkes Kemenkes Kendari Tahun 2023, No Surat Keputusan LB.02.01/1/2536/2023.
Sumber Pustaka
1. Keeley B, Chief E, Little C, Vrolijk K, Analyst D, Wauchope S, et al. State of the World’s Children 2019. Children, food and nutrition. Growing well in a changing world. People Count. 2019.
2. Goubgou M, Songré-Ouattara LT, Bationo F, Lingani-Sawadogo H, Traoré Y, Savadogo A. Biscuits: a systematic review and meta-analysis of improving the nutritional quality and health benefits. Food Prod Process Nutr. 2021;3(1).
3. Mahaliyana AS, Jinadasa BKKK, Liyanage NPP, Jayasinghe GDTM, Jayamanne SC. Nutritional Composition of Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) Caught from the Oceanic Waters around Sri Lankae. Am J Food Nutr [Internet]. 2015;3(4):106–11. Available from: http://pubs.sciepub.com/ajfn/3/4/3
4. Azwar Sidiq, Andi Irwan Nur, Sjamsu Alam LSawelle, Roslinda Daeng Siang NA. Prospek Pengembangan Techno Park Berbasis Pengolahan Hasil Perikanan di Kota Kendari. J Bisnis Perikan FPIK UHO. 2017;4(1).
5. Rosnah R, Taslim NA, Aman AM, Idris I, As S, Bukhari A, et al. Physicochemical Characteristics of Chicken Eggshell Flour Produced by Hydrochloric Acid and Acetic Acid Extraction. Open Access Maced J Med Sc. 2021;9:428–32.
6. Pan K, Zhang C, Yao X, Zhu Z. Association between dietary calcium intake and bmd in children and adolescents. Endocr Connect. 2020;9(3):194–200.
7. Oktavia SD, Dhanardhono T. Pengaruh Pemberian Kalsium Terhadap Kadar Hemoglobin Dan Hematokrit Mencit Balb/C Yang Diinduksi Timbal. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokt Diponegoro). 2019;8(1):492–500.
8. Yulianti. Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Cakalang Pada Mie Kering Yang Bersubtitusi Tepung Ubi Jalar Influence Of The Addition Of Flour Skipjack in Dry Noodles Substitution Of Sweet Potato Flour. Gorontalo Agric Technol. 2018;1(2):8–15.
9. Vanessa Lekahena SH and ZS. The Effect of Acid Solvent on the Physicochemical Characteristics of Tuna Dark Meat Fish Meal. Egypt J Aquat Biol Fish. 2021;25(3):329–38.
10. Litaay C, Santoso J. Pengaruh Perbedaan Metode Perendaman dan Lama Perendaman terhadap Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Ilmu dan Teknol Kelaut Trop. 2013;5(1):85–92.
11. Asrim M. L., Mile L., Naiu A. S. Formulasi dan Karakterisasi Organoleptik Roti Manis yang Disubstitusi dengan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Formula Terpilih. NIKe J. 2022;10(4):163–70.
12. Bou-maroun E. Maillard Reaction : Mechanism , Influencing Parameters , Advantages , Disadvantages , and Food Industrial Applications : A Review. 2025;1–43.
13. Sukma SO, Wibowotomo B. Impact of Patin Fish Flour on Mocaf Semprit Cookies. 2024;12(1):59–66.
14. Kartika Sari D, Anna Marliyati S, Kustiyah L, Khomsan A, Marcelino Gantohe T. Uji Organoleptik Formulasi Biskuit Fungsional Berbasis Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Agritech. 2014;34(2):120–5.
15. Remya J, Vineeth. Kumar TV. Variation of amino acids in white and red meat of Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) caught from Arabian Sea. Int J Innov Res Sci Eng Technol. 2013;2(7):2843–6.
16. Kartika Febriani AM. Hubungan Asupan Energi Jajanan dengan Prestasi Belajar Remaja di SMP Pl Domenico Savio Semarang. J Nutr Coll. 2013;2(4):491–7.
17. Yunita M, Hendrawan Y, Yulianingsih R. Analisis Kuantitatif Mikrobiologi Pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia. J Keteknikan Pertan Trop dan Biosist. 2015;3(3):237–48.
18. Atma Y. Angka Lempeng Total (ALT), Angka Paling Mungkin (APM) dan Total Kapang Khamir Sebagai Metode Analisis Sederhana Untuk Menentukan Standar Mikrobiologi Pangan Olahan Posdaya. J Teknol. 2016;8(2):77.
19. Reh C, Bhat SN, Berrut S. Determination of water content in powdered milk. Food Chem. 2004;86(3):457–64.
20. Puspitasari D, Rejeki FS, Wedowati ER, Koesruwulandari, Kadir A. Kualitas biskuit MP-ASI dari tepung komposit kimpul-kacang tunggak dan tepung sagu selama penyimpanan. J Res Technol [Internet]. 2020;6(1):70–80. Available from: https://journal.unusida.ac.id/index.php/jrt/article/view/142