Abstrak
Pendahuluan dan Metode
Abortus, didefinisikan sebagai kelahiran janin pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, menjadi salah satu perhatian utama kesehatan ibu hamil. Beberapa faktor predisposisi, termasuk maternal, janin, dan eksternal, dapat meningkatkan risiko abortus. Salah satu faktor yang masih jarang diteliti di Indonesia adalah hubungan frekuensi seksual selama kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi seksual pada ibu abortus dengan kejadian abortus. Penelitian observasional ini dilakukan di RSUD Kardinah Kota Tegal dari November 2019 hingga Juli 2020 dengan desain case-control. Sampel sebanyak 112 responden terdiri dari 56 ibu yang mengalami abortus (kasus) dan 56 ibu yang tidak mengalami abortus (kontrol) dipilih menggunakan metode proporsional. Data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur dan rekam medis. Frekuensi seksual dikategorikan sebagai berisiko (≥1 kali per minggu) dan tidak berisiko (<1 kali per minggu atau ≥1/3 kali per bulan). Analisis dilakukan dengan uji chi-square dan Odds Ratio (OR) pada tingkat signifikansi p<0,05.
Hasil
Hasil menunjukkan bahwa 55,4% responden mengalami abortus, dan 34,8% memiliki frekuensi seksual berisiko. Uji chi-square menunjukkan hubungan signifikan antara frekuensi seksual berisiko dan kejadian abortus (p=0,000). Ibu hamil dengan frekuensi seksual berisiko memiliki kemungkinan 11,96 kali lebih besar mengalami abortus dibandingkan yang tidak berisiko (OR=11,96; 95% CI=4,397-32,509).
Kesimpulan dan Saran
Frekuensi seksual yang berisiko berhubungan signifikan dengan terjadinya abortus. Frekuensi seksual yang berisiko dapat meningkatkan kemungkinan abortus 11,96 kali dibandingkan pada hubungan seksual dengan frekuensi tidak berisiko. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan predisposisi abortus dan frekuensi seksual ibu hamil. Edukasi dalam pelayanan antenatal perlu mempertimbangkan topik terkait aktivitas seksual selama kehamilan.
Pada terbitan versi awal, terdapat kekeliruan terhadap penyampaian waktu pelaksanaan penelitian, dan jumlah responden yang disajikan dalam tabel 1. Penulis artikel telah menyadari kekeliruan tersebut atas arahan peer reviewer dan melakukan perbaikan sebagaimana dalam versi update ini.
Penulis koresponden: Nasrawati (nasracantiq74@gmail.com).
Pendahuluan
Abortus merupakan kelahiran janin pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Kejadian abortus menjadi salah satu perhatian utama pemerintah pada kesehatan ibu hamil. Badan kesehatan dunia mencatat bahwa terdapat 73 juta kasus abortus sepanjang tahun 2024 (1). Prevalensi ini menjadi perhatian, sebab abortus terjadi dengan berbagai faktor predisposisinya.
Terjadinya abortus disebabkan oleh faktor maternal, kondisi janin dan eksternal. Faktor maternal melingkupi infeksi, anemia, penyakit kronis, hormonal, trauma fisik, kondisi psikologis ibu hamil, faktor sosiodemografi (umur, pendidikan, paritas, interval kehamilan) dan frekuensi seksual (2,3). Faktor janin mencakup kelainan perkembangan janin, dan penyebab eksternal yaitu gaya hidup ibu seperti perilaku merokok (4,5).
Kehamilan menjadi pendorong pasangan untuk mencari cara dalam menjaga hubungan emosional dan memenuhi kebutuhan seksual, dengan keterbatasan frekuensi hubungan seksual selama kehamilan. Frekuensi seksual selama masa kehamilan dapat berisiko terhadap terjadinya kelahiran prematur, sedangkan coitus yang dilakukan selama masa trimester awal dapat meningkatkan risiko abortus (3).
Hubungan seksual pada masa kehamilan dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap hormon oksitosin dan kontraksi uterus. Berdasarkan teori stimulasi fisik dari coitus meningkatkan level serum oksitosin dan kontraksi uterus yang dikaitkan dengan risiko abortus (6,7). Sedangkan studi yang mengkaji faktor predisposisi abortus untuk subjek di Indonesia masih terbatas pada faktor eksternal dan maternal, namun belum melingkupi secara spesifik pada hubungan seksualnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi seksual pada ibu abortus dengan kejadian abortus.
Metode
Desain penelitian yang digunakan ialah observasional. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal pada November 2019 hingga Juli 2020. Ukuran sampel ditentukan menggunakan rumus perhitungan untuk studi case-control, dengan mempertimbangkan prevalensi abortus serta tingkat signifikansi 95% dan kekuatan uji 80%. Berdasarkan perhitungan ini, diperoleh total sampel 112 responden, terdiri dari 56 ibu yang mengalami abortus (kasus) dan 56 ibu yang tidak mengalami abortus (kontrol).
Data dikumpulkan melalui lembar kuesioner terstruktur yang mencakup informasi demografis, dan riwayat kesehatan. Kuesioner ini divalidasi sebelum digunakan untuk memastikan reliabilitas dan validitasnya. Status abortus dan tidak abortus diambil dari sumber rekam medik pasien, dan sedangkan frekuensi seksual ditentukan berdasarkan kategori: berisiko jika frekuensi seksual ≥ 1 kali seminggu, dan tidak berisiko ≥ 1/3 kali sebulan atau < 1 kali seminggu. Frekuensi seksual dihitung dari 1 bulan sebelumnya.
Analisis dilakukan menggunakan uji Chi-square untuk menguji hubungan antar variabel, dan Odds Ratio (OR) digunakan untuk menilai kekuatan hubungan antara faktor risiko dan kejadian abortus. Uji signifikansi ditetapkan pada p<0,05.
Penelitian ini mendapatkan izin pelaksanaan dari RSUD Kardinah Kota Tegal. Pelaksanaan penelitian memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika penelitian. Setiap responden memberikan persetujuan tertulis sebelum berpartisipasi, dan data anonim digunakan untuk menjaga kerahasiaan responden.
Hasil
Variabel | n | % |
---|---|---|
Kejadian Abortus | ||
Abortus | 56 | 55,4 |
Tidak abortus | 56 | 55,4 |
Frekuensi Seksual | ||
Berisiko | 39 | 34,8 |
Tidak Berisiko | 73 | 65,2 |
Berdasarkan distribusi frekuensi kejadian abortus dan frekuensi seksual, dari total responden sejumlah 112 orang, 56 responden (55,4%) mengalami abortus. Sedangkan pada kategori frekuensi seksualnya mayoritas tidak berisiko (65,2%). Kendati demikian, 55,4% responden tidak abortus dan 34,8% dengan frekuensi seksual berisiko (Tabel 1).
Aktifitas Seksual | Kejadian Abortus | X2 (p-Value) | OR (95%CI) | |||
---|---|---|---|---|---|---|
Abortus | Tidak Abortus | |||||
n | % | n | % | |||
Berisiko | 33 | 58,9 | 6 | 10,7 | 28,679 (0,000) | 11,96(4,397-32,509) |
Tidak Berisiko | 23 | 41,1 | 50 | 89,3 |
Berdasarkan uji statistik Chi-square bahwa ibu hamil yang mengalami abortus sebagian besar dengan frekuensi seksual dalam kategori berisiko sebanyak 33 orang (58,9%) dan pada ibu hamil yang tidak abortus sebagian besar frekuensi seksualnya dalam kategori tidak berisiko sebanyak 50 orang (89,3%). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan frekuensi seksual dengan terjadinya abortus pada ibu abortus di RSUD Kardinah Kota Tegal (p value 0,000). Ibu hamil pada frekuensi seksual dalam kategori berisiko, 11,96 kali dapat mengalami risiko abortus dibandingkan ibu hamil yang frekuensi seksualnya tidak berisiko (OR=11,96; 95%, CI= 4,397-32,509) (Tabel 2).
Pembahasan
Hasil penelitian menyatakan bahwa ibu hamil dengan frekuensi seksual berisiko mengalami 11 kali peningkatan risiko terhadap abortus dibandingkan dengan ibu hamil pada frekuensi seksual tidak berisiko. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yo et al. (8) bahwa kelahiran prematur dapat disebabkan frekuensi seksual lebih dari 1 kali dalam seminggu, kendatipun dalam penelitian tersebut disebutkan dengan adanya faktor penyerta lain yaitu infeksi bakteri dan perilaku merokok ibu.
Beberapa penelitian lainnya juga menyatakan adanya hubungan frekuensi seksual dengan kejadian abortus. Kajian ilmiah yang berkaitan dengan coitus pada masa kehamilan ibu senantiasa disajikan dengan adanya perilaku lainnya yang saling berkaitan. Disampaikan oleh Purisch et al. menggunakan karakteristik variabel konsistensi (coitus ≥ 2 kali/minggu) dan inkonsistensi (coitus ≤ 1 kali/minggu) dari hubungan seksual pada ibu hamil dengan kejadian abortus dengan hasil penelitian 60 dari 365 responden (16,4%) mengalami abortus pada frekuensi seksual yang inkonsisten, sedangkan 21 dari 144 responden (14,6%) mengalami abortus pada frekuensi seksual yang konsisten (9).
Hasil penelitian ini memerlukan justifikasi dari penelitian lanjutan pada topik hubungan seksual selama kehamilan. Topik penelitian tersebut akan memberikan manfaat dalam pelayanan antenatal di fasilitas kesehatan masyarakat. Sebagaimana penelitian survei yang dilakukan oleh Blumenstock & Barber yang menggambarkan hasil adanya pola hubungan seksual selama kehamilan, pada trimester I mengalami penurunan, meningkat pada trimester II, dan menurun kembali pada trimester III (10).
Batasan terhadap hubungan seksual selama kehamilan kendatipun tidak diatur secara spesifik dalam pedoman tatalaksana ibu hamil (11), terdapat tanda dan gejala yang memerlukan perhatian. Pada ibu hamil yang mengalami perdarahan selama kehamilan trimester pertama perlu menunda untuk melakukan hubungan seksual sampai perdarahan telah mendapatkan penanganan (12). Selama tiga bulan pertama kehamilan, gejala mual dan muntah dapat menurunkan rangsangan untuk melakukan hubungan seksual, dan selama trimester kedua, wanita hamil merasakan dorongan seksual dengan pada kehamilan normal, hubungan seksual meningkat pada trimester ini, dan menurun kembali pada trimester akhir.
Kekurangan penelitian ini yaitu tidak adanya data predisposisi terhadap kemungkinan penyerta abortus pada ibu hamil. Peneliti hanya fokus dalam data adanya kejadian abortus dan mengkaji frekuensi hubungan seksual responden.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uji statistik penelitian, terdapat hubungan frekuensi seksual dengan terjadinya abortus pada ibu abortus (p=0,000). Frekuensi seksual yang berisiko dapat meningkatkan kemungkinan abortus 11,96 kali dibandingkan pada hubungan seksual dengan frekuensi tidak berisiko. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan predisposisi abortus dan frekuensi seksual ibu hamil sehingga dapat menjadi tambahan edukasi pada ibu hamil selama pelayanan antenatal.
Sumber Pustaka
1. World Health Organization. Abortion [Internet]. 2024 [cited 2025 Jan 19]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/abortion
2. Aprianto I, Nulanda M, Wahyu S, Mappaware NA, Julyani S. Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Abortus di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Fakumi Med J J Mhs Kedokt. 2022 Jul 31;2(7):481–8.
3. Janssen LE, Verduin RJT, de Groot CJM, Oudijk MA, de Boer MA. Sexual intercourse during pregnancy and its association with spontaneous preterm birth. Sex Reprod Healthc. 2023 Jun 1;36:100849.
4. Xu Q, Chan Y, Feng Y, Zhu B, Yang B, Zhu S, et al. Factors associated with fetal karyotype in spontaneous abortion: a case-case study. BMC Pregnancy Childbirth. 2022 Apr 14;22:320.
5. Oliveira MTS, Oliveira CNT, Marques LM, Souza CL, Oliveira MV. Factors associated with spontaneous abortion: a systematic review. Rev Bras Saúde Materno Infant. 2020 Aug 5;20:361–72.
6. Brustman LE, Raptoulis M, Langer O, Anyaegbunam A, Merkatz IR. Changes in the pattern of uterine contractility in relationship to coitus during pregnancies at low and high risk for preterm labor. Obstet Gynecol. 1989 Feb;73(2):166–8.
7. Goodlin RC, Schmidt W, Creevy DC. Uterine tension and fetal heart rate during maternal orgasm. Obstet Gynecol. 1972 Jan;39(1):125–7.
8. Yo Y, Kawasaki K, Moriuchi K, Shiro R, Shimaoka M, Matsumura N. The Effect of Sexual Intercourse during Pregnancy on Preterm Birth: Prospective Single-Center Cohort Study in Japan. Healthcare. 2023 Jan;11(11):1657.
9. Purisch S, Brandt J, Srinivas S, Bastek J. Is frequency of sexual intercourse during pregnancy associated with preterm birth? Am J Obstet Gynecol. 2014;210(January):S403.
10. Blumenstock SM, Barber JS. Sexual Intercourse Frequency During Pregnancy: Weekly Surveys Among 237 Young Women From A Random Population-Based Sample. J Sex Med. 2022 Oct;19(10):1524–35.
11. Kementerian Kesehatan. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Kementerian Kesehatan; 2015.
12. Karimi A, Sayehmiri K, Vaismoradi M, Dianatinasab M, Daliri S. Vaginal bleeding in pregnancy and adverse clinical outcomes: a systematic review and meta-analysis. J Obstet Gynaecol. 2024 Dec 31;44(1):2288224.
Catatan
Catatan Penerbit
Penerbit PT Karya Inovasi Berkelanjutan menyatakan tetap netral sehubungan dengan buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun.
Pernyataan Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dengan pihak manapun.
Editor
Vera Iriani Abdullah, M.MKes., M.Keb., AIFO (Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Sorong, Kota Sorong, Papua Barat Daya).
Artikel yang diterbitkan mendapatkan lisensi Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0), sehingga siapapun dan di manapun memiliki kesempatan yang sama untuk menggali khazanah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesempatan terhadap diskusi ilmiah.